Rabu, 06 Maret 2013

SEJARAH SINGKAT PERJALANAN TEAM HIJAU PSS MENUJU SEPAKBOLA NASIONAL

SUDAH lama dan berpanjang lebar orang membicarakan bagaimana sebuah permainan sepakbola bisa baik, berkualitas tinggi. Bahkan, dalam konteks nasional, Indonesia pernah kebingungan mencari jawaban itu. Berbagai pelatih atau instruktur didatangkan dari Brasil, Jerman, Belanda dan sebagainya. Namun, toh sepakbola Indonesia tak pernah memuaskan, bahkan tekesan mengalami kemunduran.

Dari pengalaman upaya Tim Nasional Indonesia untuk membangun sebuah permainan sepakbola yang baik itu, sebenarnya ada kesimpulan yang bisa diambil. Kesimpulan itu adalah, selama ini Indonesia hanya mencoba mengkarbit kemampuan sepakbolanya dengan mendatangkan pelatih berkelas dari luar negeri. Indonesia tidak pernah membangun kultur atau budaya sepakbola secara baik. Dengan kata lain, upaya PSSI selama ini lebih membuat produk instan daripada membangun kultur dimaksud.

Pelatih berkualitas, teori dan teknik sebenarnya bukan barang sulit untuk dimiliki. Elemen-elemen itu ada dalam textbook, atau bahkan sudah di luar kepala seiring dengan meluasnya popularitas sepakbola. Indonesia termasuk gudangnya komentator. Bahkan, seorang abang becak pun bisa berbicara tentang sepakbola secara teoritis dan analitis.

Sebab itu, seperti halnya sebuah kehidupan, sepakbola membutuhkan kultur. Artinya, sepakbola harus menjadi kebiasaan atau tradisi yang melibatkan daya upaya, hasrat jiwa, interaksi berbagai unsur dan berproses secara wajar dan jujur, bertahap dan hidup.

Untuk membangun kultur sepakbola itu, jawaban terbaik adalah membangun kompetisi yang baik pula. Lewat kompetisi, tradisi sepakbola lengkap dengan segala elemennya akan berproses dan berkembang ke arah yang lebih baik. Akan lebih baik lagi kompetisi itu terbangun sejak pelakunya masih kecil, tanpa rekayasa dan manipulasi. Pada gilirannya, tradisi itu akan melahirkan sebuah permainan indah dan berkualitas, serta memiliki bentuk dan ciri khasnya tersendiri. Itu sebabnya, kenapa sepakbola Brasil, Belanda, Inggris, Jerman dan Italia tidak hanya berkualitas, tapi juga punya gaya khasnya sendiri- sendiri.

Dalam konteks kecil dan lokal, Persatuan Sepakbola Sleman (PSS), sadar atau tidak, sebenarnya telah membangun sebuah kultur sepakbolanya melalui kompetisi lokal yang rutin, disiplin dan bergairah. Berdiri tahun 1976, PSS termasuk perserikatan yang muda jika dibandingkan dengan PSIM Yogyakarta, Persis Solo, Persib Bandung, Persebaya Surabaya, PSM Makassar, PSMS Medan, Persija dan lainnya.

Namun, meski muda, PSS mampu membangun kompetisi sepakbola secara disiplin, rutin dan ketat sejak pertengahan tahun 1980-an. Kompetisi itu tak bernah terhenti sampai saat ini. Sebuah konsistensi yang luar biasa. Bahkan, kompetisi lokal PSS kini dinilai terbaik dan paling konsisten di Indonesia. Apalagi, kompetisi yang dijalankan melibatkan semua divisi, baik divisi utama, divisi I maupun divisi II. Bahkan, pernah PSS juga menggelar kompetisi divisi IIA.

Maka, tak pelak lagi, PSS kemudian memiliki sebuah kultur sepakbola yang baik. Minimal, di Sleman telah terbangun sebuah tradisi sepakbola yang meluas dan mengakar dari segala kelas. Pada gilirannya, tak menutup kemungkinan jika suatu saat PSS mampu menyuguhkan permainan fenomenal dan khas.

Ini prestasi luar biasa bagi sebuah kota kecil yang berada di bawah bayang-bayang Yogyakarta ini. Di Sleman tak ada sponsor besar, atau perusahaan-perusahaan raksasa yang bisa dimanfaatkan donasinya untuk mengembangkan sepakbola. Kompetisi itu lebih berawal dari kecintaan sepakbola, tekad, hasrat, motivasi dan kemauan yang tinggi. Semangat seluruh unsur #penonton, pemain, pelatih, pengurus dan pembina #terlihat begitu tinggi.

Meski belum optimal, PSS akhirnya menuai hasil dari tradisi sepakbola mereka. Setidaknya, PSS sudah melahirkan pemain nasional Seto Nurdiantoro. Sebuah prestasi langka bagi DIY. Terakhir, pemain nasional dari DIY adalah kiper Siswadi Gancis. Itupun ia menjadi cadangan Hermansyah. Yang lebih memuaskan, pada kompetisi tahun 1999/2000, PSS berhasil masuk jajaran elit Divisi Utama Liga Indonesia (LI).

Perjalanan PSS yang membanggakan itu bukan hal yang mudah. Meski lambat, perjalanan itu terlihat mantap dan meyakinkan. Sebelumnya, pada kompetisi tahun 1990-an, PSS masih berada di Divisi II. Tapi, secara perlahan PSS bergerak dengan mantap. Pada kompetisi tahun 1995/96, tim ini berhasil masuk Divisi I, setelah melewati perjuangan berat di kompetisi-kompetisi sebelumnya.

Dengan kata lain, PSS mengorbit di Divisi Utama LI bukan karena karbitan. Ia melewatinya dengan proses panjang. Kasus PSS menjadi contoh betapa sebuah kulturisasi sepakbola akan lebih menghasilkan prestasi yang mantap daripada produk instan yang mengandalkan ketebalan duit.

Dan memang benar, setelah bertanding di kompetisi Divisi Utama, PSS bukanlah pendatang baru yang mudah dijadikan bulan- bulanan oleh tim-tim elit. Padahal, di Divisi Utama, PSS tetap menyertakan pemain produk kompetisi lokalnya. Mereka adalah M Iksan, Slamet Riyadi, Anshori, Fajar Listiantoro dan M Muslih. Bahkan, M Ikhsan, Slamet Riyadi dan Anshori merupakan pemain berpengaruh dalam tim.

Pada penampilan perdananya, PSS langsung mengagetkan insan sepakbola Indonesia. Di luar dugaan, PSS menundukkan tim elit bergelimang uang, Pelita Solo 2-1.

Bahkan, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono sendiri yang saat itu berada di Brunei Darussalam dalam rangka promosi wisata juga kaget. Kepada Bupati Sleman Ibnu Subianto yang mengikutinya, Sri Sultan mengatakan, "Ing atase cah Sleman sing ireng-ireng biso ngalahke Pelita." Artinya, anak-anak Sleman yang hitam-hitam itu (analog orang desa) kok bisa mengalahkan tim elit Pelita Solo.

Saat itu, Ibnu Subianto menjawab, "Biar hitam nggak apa- apa tho pak, karena bupatinya juga hitam." Ini sebuah gambaran betapa prestasi PSS memang mengagetkan. Bahkan, gubernur sendiri kaget oleh prestasi anak-anaknya. Akan lebih mengagetkan lagi, jika Sri Sultan tahu proses pertandingan itu. Sebelum menang, PSS sempat ketinggalan 0-1 lebih dulu. Hasil ini menunjukkan betapa permainan PSS memiliki kemampuan dan semangat tinggi, sehingga tak minder oleh tim elit dan tak putus asa hanya karena ketinggalan. Berikutnya, tim cukup tua Gelora Dewata menjadi korbannya. Bahkan, di klasemen sementara, PSS sempat bertengger di urutan pertama.

Ketika tampil di kandang lawan, Malang United dan Barito Putra, PSS juga tak bermain cengeng. Bahkan, meski akhirnya kalah, PSS membuat tuan rumah selalu was-was. Sehingga, kekalahan itu tetap menjadi catatan mengesankan. Maka, tak heran debut PSS itu kemudian menjadi perhatian banyak orang. Hanya dalam sekejap, PSS sudah menjadi tim yang ditakuti, meski tanpa bintang.

Pembinaan sepakbola ala PSS ini akan lebih tahan banting. Sebab itu, terlalu berlebihan jika menilai PSS bakal numpang lewat di Divisi Utama.

Dengan memiliki tradisi sepakbola yang mantap dan mapan, tak menutup kemungkinan jika PSS akan memiliki kualitas sepakbola yang tinggi. Bahkan, bukan hal mustahil jika suatu saat PSS bisa juara LI.

Apa yang terjadi di Sleman sebenarnya mirip dengan yang terjadi di Bandung dengan Persib-nya dan di Surabaya dengan Persebaya-nya. Di kedua kota itu, kompetisi lokal juga berjalan dengan baik, bahkan sepakbola antarkampung (tarkam) pun kelewat banyak. Maka tak heran jika sepakbola di Bandung dan Surabaya sangat tangguh dan memiliki ciri khas tersendiri. Oleh karena itu, jika tradisi sepakbola di Sleman bisa dipertahankan bahkan dikembangkan, tak menutup kemungkinan PSS akan memiliki nama besar seperti halnya Persib atau Persebaya. Semoga!

PSS Klaim Dapatkan Wahyu Gunawan

SLEMAN-Manajemen PSS dikabarkan telah mendapatkan kesepakatan dengan eks pemain sayap kiri Arema IPL, Wahyu Gunawan, Senin (4/3/2013) siang.
“Alhamdullillah siang ini PSS Sleman sudah mnjalin kesepakatan dengan Wahyu Gunawan musim 2013 untuk menempati wing back kiri,” kata manajemen PSS, dalam akun twitter resminya @PSS_OFFICIAL1.
Pemain berusia 27 tahun itu sempat memperkuat Deltras Sidoarjo. Gunawan merupakan hasil pembinaan Akademi Arema, dan sempat membawa sepakbola PON Jatim meraih emas di PON XVII Kaltim serta mengantarkan tim POM ASEAN di Kuala Lumpur Malaysia meraih perunggu.
Selain mendapatkan Wahyu Gunawan, akun tersebut juga menyebutkan jika Super Elang Jawa-Julukan PSS, akan melakoni laga ujicoba melawan Persibangga Purbalingga, di Stadion Maguwoharjo, Sleman, Sabtu (9/3) mendatang.
Sementara untuk laga ujicoba dengan tim lokal yang rencananya bakal digelar Rabu (6/3) batal digelar.

Mayega dan Murphy Langsung Dipulangkan

SLEMAN-Manajemen PSS langsung memulangkan dua stopper Afrika, Tong Mayega Elli Maurel asal Nigeria dan Murphy Nagbe asal Liberia.
Keduanya dipulangkan setelah bermain buruk saat membela PSS dalam laga ujicoba melawan Margaria Orion, di Stadion Tridadi, Sleman, Rabu (6/3/2013).
”Padahal postur tubuh mereka bagus. Tapi lawan pemain amatir saja, mereka sudah keok,” kata pelatih PSS, Yusack Sutanto usai laga.
Mantan pelatih PPSM Sakti Magelang itu melihat keduanya kerap tertinggal langkah saat menghadang laju pemain Margaria Orion. Tak hanya itu, keduanya juga kerap kehilangan bola ketika harus duel bola atas.
Manajer PSS, Suparjiono mengatakan dari sejumlah legiun asing yang merapat, hanya Luiz Feitosa yang cocok.
”Secara keseluruhan, hanya Luis Feitosa asal Brazil saja yang kami rekrut, sedangkan yang lainnya tidak. Lha buat apa kalau pemain asing kualitasnya tidak sangat istimewa,” katanya.
Ia menambahkan, hingga sore ini, skuatnya sudah bertambah satu orang lagi menjadi 20 orang, usai bergabungnya Budi Sudarsono ke Skuad Super Elang Jawa.
”Untuk selanjutnya, Juan Revi, yang juga asal Arema, akan kami nego. Setidaknya Jumat [8/3] besok,” pungkasnya.

Rabu, 06 Februari 2013

Michel Platini

Michel Platini

Michel Fancois Platini (lahir21 Juni 1955) adalah seorang legenda sepakbola dari prancis, ia juga merupakan mantan pelatih sepakbola, dan kini beliau menjabat sebagai President UEFA (Organisasi Sepakbola Eropa) sejak 2007.


Sepanjang karir sebagai pemain sepakbola profesional, Patini tercatat pernah membela klub Nancy, Saint-Etienne, dan Juventus. di timnas prancis Platini tercatat sebagai salah satu anggota timnas Prancis yang berhasil menjuarai Piala Eropa 1984, sebuah ternamen yang membuat dirinya terpilih menjadi pemain terbaik dan tampil sebagai pencetak gol terbanyak. Bersama timnas prancis Platini pernah ikut berpartisipasi 3 kali di turnamen Piala Dunia (1978, 1984, 1986), dengan tampil 2 kali sebagai semifinalis.

Di masa timnas Prancis, Platini bersama Alain Giresse, Luis Fernandez, dan Jean Tigana, dijuluki 'Carre Magique' (dari bahasa Prancis yang artinya 'persegi sihir'. Keempatnya merupakan pemain tengah yang sangat disegani sepanjang tahun 1980an.

Platini dikenal sebagai pengumpan dan pengeksekusi tendangan bebas yang handal. 


Bermain sebagai seorang gelandang serang, Platini memiliki catatan gol yang melebihi catatan gol striker. Sebagai contoh, catatan golnya pada putaran final Piala Eropa 1984, 9 gol yang ia torehkan, hingga kini belum ada yang dapat menyamai atau bahakan melewati catatan tersebut. Rekor tersebut hanya dapat didekati oleh Van Basten, Patrick Kluivert (Belanda), Alan Shearer (Inggris), Savo Milosevic (Yugoslavia), dan Milan Baros (Rep Ceko) yang masing-masing mencetak 5 gol dan kelima nya tercatat berposisi penyerang.

Di Timnas Prancis rekor 41 golnya baru dapat dilewati Thierry Henry pada tahun 2007.


Awal Karir
Bakat Platini mulai terpantau pada usia 16 tahun, dimana Platini tampil pada turnamen Coupe Gambardella ketika ia membela tim Joeuf junior. Pelatih tim junior Metz yang menjadi lawannya pada saat itu tertarik engan penampilannya, lalu merekomendasikannya untuk mengikuti seleksi timnya. Namun sayang kesempatan itu hilang karna Platini mendapat cidera pada saat itu. Pada kesempatan kedua untuk bergabung bersama tim favorit masa kecilnya, Metz. Platini kembali gagal, kali ini disebabkan hasil analisa kesehatan dari dokter yang menyatakan Platini memiliki gangguan pernapasan dan jantung lemah.

Setelah gagal di terima di tim junior Metz, Platini akhirnya di terima untuk bergabung dengan tim cadangan Nancy yang juga klub tempat ayahnya yang keturunan Itali pernah berkarir.

KarirBersama Nancy (1972 - 1979) 
Bersama tim cadangan Nancy, Platini dengan cepat berkembang dan membuat klubnya terkesan dengan penampilannya. Platini mencetak Hat-Trick pertamanya dalam pertandingan melawan tim cadangan Wittelsheim. Tak pelak atas penampilan-penampilannya yang berkesan, Platini dipromosikan ke tim utama.
Di tim utama Platini untuk pertama kalinya tampil sebagai pemain pengganti melawan Valenciennes. Platini tampil untuk pertama kalinya sebagai starter ketika melawan Nimes pada tanggal 3 Mei 1973.

Pada bulan maret 1974 Platini mengalami keunduran ketika ia dibekap cidera dalam
pertaningan di kandang OGC Nice. Platini tidak tidak dapat menyelesaikan sisa pertandingan pada musim tersebut hingga mengakibatkan ia tidak dapat membantu Nancy menghindari zona degradasi dari Ligue 1. Namun pada musim berikutnya Platini membanti Nancy promosi kembali ke divisi pertama. Platini menjadi pemain yang paling penting di timnya kala itu dengan catatan 17 gol, beberapa gol dicetaknya melalui tendangan bebas. Saint-Etienne yang kala itu tampil sebagai juara liga prancis pun tersingkir dari Piala Prancis akibat dua gol yang dilesakan oleh Platini. 

Sekembalinya Nancy ke Ligue 1 dibarengi dengan pemanggilan Platini untuk mengikutu program wajib militer yang diselenggarakan negaranya. Hal tersebut membuatnya jarang untuk mengikuti pertandingan bersama Nancy.

Selepas kewajiban militernya, penampilan Platini semakin maksimal dan terus mengundang decak kagum. Timnas Prancis pun tidak lupa mengundanya untuk berpartisipasi mengikuti ajang Olimpiade Montreal 1976.
Sebelum mengikuti ajang Piala Dunia pertamanya pada 1978 di Argentina, Platini memenangkan trofi besar pertama dalam karirnya. Tampil sebagai kapten Nancy, Platini berhasil berhasil mengalahkan Nice di partai final Piala Prancis.
Meski sering dibekap cidera, banyak klub yang berminat menggunakan jasanya, diantaranya Paris Saint-Germain dan Saint-Etienne. Setelah kontraknya hampir berakhir bersama Nancy pada 1979, akhirnya Platini memilih bergabung dengan Saint-Etienne. 
Karir Bersama Saint-Etienne (1979 - 1982)
Saint-Etienne  mengontrak Platini agar mereka dapat menobrak prestasi klub di ajang internasional. 
Meski sempat meraih hasil yang cukup baik di ajang Champions Cup (yang kini telah beganti nama menjadi UEFA Champions League), seperti menang 6-0 atas PSV pada musim 1979-80,dan menang 5-0 atas Hamburg SV di musim  berikutnya, Platini tidak mampu membawa Saint-Etienne melampaui prestasi klub tersebut yang sebelumnya sempat mencapai babak final pada tahun 1976.

Bersama Verts Les (julukan Saint-Etienne), Platini sempat menjuarai Liga Prancis pada tahun 1981, namun gagal dua kali di partai final Piala Prancis setelah dikalahkan Bastia (1981) dan Paris Saint-Germain (1982).
Karir Bersama Juventus (1982-1987)
Setelah dianggap kurang berhasil di Saint-Etienne, di tahun 1982 Platini bergabung engan klub Itali, Juventus. Bersama tim yang seebagian besar baru saja menjuarai Piala Dunia 1982. Platini sempat mengalami kendala penyesuaian diri di dalam tim pada awalnya. Hal tersebut ikut mempengaruhi penampilan Juventus di awal musim, media itali pun terus mengkritik dan menuntut penampilan yang lebih baik dari Platini untuk Juventus.
Nyaris putus asa, Platini pun diisukan akan meninggalkan itali pada liburan musim dingin di tahun pertamanya bersama Juventus. Perlahan namun pasti, Platini meningkatkan penampilannya, bersamaan dengan perubahan taktik yang dilakukan Juventus pada pertenghan musim. Platini pun akhirnya mampu membawa Juventus hingga partai final Piala Eropa di musim pertama nya, namun akhirnya kalah dari Hamburg SV di partai final. Sebagai hiburan kepada para supporter Platini berhasil membawa Juventus menjuarai Piala Italia.
Pada musi-musim berikutnya Platini tampil semakin baik hingga memenangkan berbagai gelar bersama Juventus (Juara Liga Itali 1984 dan 1986, Piala Winners Eropa pada tahun 1984, Piala Eropa 1985 dan Piala Intercontinental 1985).
Bersama Juventus Platini tercatat sebbgai pencetak gol terbanyak di Serie-A untuk tiga musim berturut-turut (1982 - 1985).  
Pada tahun 1984 dan 1985 Platini terpilih sebagai Player of The Year oleh majalah World Soccer.

Pada final Piala Eropa tahun 1985 dimana Platini tampil sebagai juara bersama Juventus, Ia pun sekaligus menjadi saksi sejarah tragedi Heysel yang pada pertandingan tersebut terjadi kerusuhan yang mengakibatkan 39 orang meninggal dan 600an orang lika-luka.

Setelah Piala Dunia 1986 di Meksiko, Platini menghabiskan satu musim lagi di Juventus sebelum pensiun dari sepakbola pada Juni 1987.

Internasional Karir
Setelah penampilan memukau Platini pada turnamen Coupe Gambardella, Platini dipanggil untuk pertama kalinya untuk menjadi anggota Timnas Junior Prancis. Debutnya tercatat pada tanggal 26 September 1973.
Di tim Junior Platini ikut memiliki andil ketika meloloskan Prancis ke babak utama Olimpiade Montreal, 1976. Pada pertemuan pertama babak kualifikasi Olimpiade melawan Rumania. Platini membawa Prancis yang bertindak sebagai tuan rumah, memenangi pertandingan dengan skor 4-0, dan seri 1-1 pada pertemuan kedua di kandang Rumania.

Penampilan apik Platini menggoda Pelatih Timnas Senior Prancis pada saat itu, Michel Hidalgo untuk memanggilnya. Platini pun kemudian menjalani debutnya di Timnas Senior ketika Prancis melawan Cekoslovakia pada sebuah pertandingan persahabatan.

Di Olimpiade musim panas Montreal, Kanada di tahun 1976. Platini membawa Prancis tampil memukau dengan mengalahkan Mexico dan Guatemala dengan skor masing-masing 4-0, lalu seri 1-1 melawan Israel. Menjadi juara Grup membawa Pranci lolos ke babak perempat final yang mengharuskan Platini menghadapi Jerman Barat. Pada perempat, Prancis tampil anti klimaks dengan hanya menyisakan 9 pemain ketika mengakhiri pertandingan dan hasil 4-0 untuk kemenangan Jerman Barat.

Piala Dunia
Total 3 kali Platini tercatat mengikuti turnamen Piala Dunia (1978, 1982, 1986). 
Pada Piala Dunia pertamanya Platini hanya mencetak 1 gol dan gagal meloloskan Prancis ke babak perdelapan final setelah gagal bersaing dengan juara grup Itali dan tuan rumah Argentina yang pada akhirnya memenangi turnamen Piala Dunia 1978.

Di Piala Dunia 1982 Platini dapat menunjukan kelas sebagai pemain bintang. Namun Prancis hanya mampu di bawa Platini hingga semifinal setelah dikalahkan Jerman Barat lewat adu pinalti

Di Piala Dunia 1986, Mexico sekali lagi Platini harus mengakui keunggulan Jerman Barat yang kembali mengalahkan Prancis di semifinal. Platini hanya mampu menempatkan Prancis di Juara ketiga setelah mengalahkan Belgia.

Setelah gagal di Piala Dunia 1986, Platini mengumumkan pengunduran dirinya sebagai pemain sepakbola pada 29 April 198.


Pasca Pensiun
Setelah pensiun sebagai pemain, pada 1 November 1988 Platini ditunjuk mengantikan Henri Michel yang gagal membawa Prancis masuk ke putaran final 1990 di Italia. Sebagai Pelatih baru Timnas Prancis, di targetkan untuk meloloskan Prancis ke putaran final Piala Eropa 1992. Di babak kualifikasi Piala eropa, Prancis di bawah komando Platini tampil tidak terkalahkan selama 8 pertaningan baik kandang maupun tandang. Namun ketika di putaran finalnya, Platini gagal membawa prancis untuk lolos ke babak delapan besar.

Jack Brown Pilih Inggris, Emil Audero Mulyadi Jadi Kiper Italia, Ada Apa Dengan Sepakbola Indonesia?

Emil Audero Mulyadi (kiri) dan Jack Brown (kanan)/Kabarr24
JAKARTA – Publik sepakbola tanah air kembali mendapat berita menggembirakan setelah pemain sepakbola keturunan Indonesia bernama Emil Audero Mulyadi berhasil menembus tim utama Juventus.
Meski tidak dibawa oleh pelatih Antonio Conte ke Juventus Stadium saat melawan Sampdoria hari Minggu (6/1) kemarin, sudah dipilih dan ikut berlatih bersama tim utama merupakan pengalaman berharga, apalagi usia Emil baru 15 tahun, sebuah usia yang panjang untuk ukuran penjaga gawang yang bisa mencapai 40 tahun.
Walau masih sulit ditebak apakah pria kelahiran Nusa Tenggara Barat ini bakal menggantikan Gianluigi Buffon di skuat utama, Emil digadang-gadang bakal mempunyai karir panjang dan sukses.
Selain Emil, Indonesia masih mempunyai banyak pemain berbakat lainnya, salahsatunya adalah Jack Brown. Bocah berusia 11 tahun ini mencuri perhatian masyarakat pecinta sepakbola Indonesia usai dirinya menjadi juara di The World Final Skill Test 2012 Manchester United Soccer Schools, di Old Trafford, dengan meraih skor tertinggi.
Tak tanggung-tanggung, dalam kompetisi itu Jack berhasil mengalahkan para pemain yang berusia 5 sampai 6 tahun diatasnya. Bocah berbadan mungil ini pun langsung diprediksi bisa menjadi pemain yang bisa sukses di Eropa, karena mempunyai kemampuan yang kumplit. Apalagi MU kerap mengorbitkan pemain dari akademinya macam generasi emas, David Beckham, Ryan Giggs dan Paul Scholes.
Kabar mengenai banyaknya pemain berbakat keturunan Indonesia ini pun langsung membuat publik pecinta sepakbola sumringah dan berharap dua anak muda ini mau membela Indonesia tercinta di masa depan dan mengangkat prestasi timnas PSSI yang kini sedang terpuruk.
Tapi apa lacur, kondisi iklim sepakbola Indonesia yang tidak harmonis membuat dua talenta berbakat ini akhirnya memilih membela negara orang. Emil Audero Mulyadi sudah didaulat menjadi kiper utama tim Italia usia 16 tahun dan telah menyatakan akan membela Italia di masa depan karena hanya mempunyai paspor Italia.
Setali tiga uang dengan Emil, Jack juga lebih memilih untuk mengenakan seragam tim nasional Inggris di masa mendatang. Dalam sebuah wawancara dengan salahsatu stasiun tv, Jack mengaku sudah bertekad membela The Three Lions.
Sayang memang jika Indonesia akhirnya kehilangan dua talenta berbakat yang kemampuannya sudah diakui raksasa Eropa macam MU dan Juve. Tapi apa mau dikata, bagaimana pemain muda ingin menetap di negara sendiri jika pengurus sepakbola di negeri ini saja masih berebut kekuasaan.
Dualisme organisasi antara PSSI dan KPSI yang tak kunjung usai dan pengelolaan liga yang masih kacau seperti gaji yang menunggak membuat para pemain muda lebih memilih hujan emas di negeri orang ketimbang hujan batu di negeri sendiri.
Jika saja para pengurus PSSI dan KPSI mau menemukan kata sepakat untuk membangun sepakbola dan memujudkan mimpi masyrakat Indonesia yang berjumlah 250 juta orang ini dengan menembus Piala Dunia 2022, maka bersatu harus mulai dari sekarang, bukan besok dan juga bukan nanti. (Kabar24/ad)

Just Fontaine

Just Fontaine

Just  Fontaine atau yang biasa dipanggil “Justo” dilahirkan di Marrakech, Maroko. Ayahnya adalah orang Maroko dan Ibunya berasal dari Spanyol.
Just Fontain adalah seorang legenda sepakbola yang pernah mencatatkan dirinya sebagai pencetak gol terbanyak di babak final Piala Dunia 1958 dengan mencetak 13 gol dari 6 penampilannya.
Prestasi tersebut mencatatkan dirinya sebagai pemegang rekor pencetak gol terbanyak dalam satu kompetisi Piala Dunia yang belum terpecahkan hingga kini dan berada di peringkat ke empat sebagai pencetak gol terbanyak di sepanjang turnamen Piala Dunia di bawah Ronaldo dari Brasil dengan 15 Gol (dengan 4 kali tampil di Piala Dunia), Gerd Muller dari Jerman (2 kali tampil di Piala Dunia), dan Mirosklav Klose juga dari Jerman (3 kali tampil di Piala Dunia) dengan 14 Gol. Meskipun Just Fontain tidak dapat membawa Prancis menjuarai Piala Dunia 1958, ia tetap dikenang selain karna 13 golnya, ia juga menjadi pemain kedua setelah Alcides Ghiggia yang selalu mencetak gol di setiap peertandingan pada sebuah pegelaran Piala Dunia
Karir klub
Fontain memulai karirnya sebagai pemain amatir bersama klub  USM Casablanca, dimana ia bermain sejak tahun 1950 hingga 1953. Kemudian pada tahun yang sama, salah satu klub yang bermain di Liga Prancis merekrutnya, Nice. Fontain membela Nice selama 3 tahun dengan torehan 44 gol sebelum klub Prancis lainnya merekrutnya, Stade Reims. Di klub barunya Fontain mencapai puncak karirnya, total 165 gol ia cetak dalam 200 pertandingannya membela Stade de Reims. Ia pun sempat merasakan dua kali Juara Liga pada tahun 1958 dan 1960.
Timnas
Berasama timnas Prancis, Fontain melakukan debutnya pada 17 Desember 1953 dengan mencetak Hattrick ke gawang Lexemburg. Selama 7 tahun membela timnas Prancis Fontain mencetak 30 gol dari 21 penampilnnya. Dan penampilannya yang paling diingat tentunya ketika Ia tampil di Piala Dunia 1958

Pensiun
Just Fontain mengakhiri karir sebagai pemain sepakbolanya pada usia yang masih relatif muda, 29 tahun setelah pertandingan terakhirnya pada juli 1962 membuat ia cidera parah. Keadian tersebut membuatnya mengambil keputusan untuk pensiun lebih awal.
Setelah pensiun Fontain sempat menangani timnas Prancis pada 1967. Sayang, dua kekalahan pada pertndingan resmi perdanannya membuatnya dari jabatan tersebut       

Pada Maret 2004 Fontain masuk dalam daftar 125 pemain sepakbola terbaik Dunia yang daftarnya dikeluarkan FIFA

Alfredo Di Stefano

Alfredo Di Stefano

Alfredo Di Stéfano Laulhé lahir 4 juli 1926 di Buenos Aires, Argentina dari keluarga Italia yang berimigrasi ke argentina. Alfredo seorang pesepakbola dengan posisi pemain depan yang pernah membela tiga negara : Argentina, kolombia, dan Spanyol karena pada saat itu FIFA belum menetapkan peraturan; mengenai seorang pemain sepakbola yang hanya dapat memperkuat satu negara seperti sekarang. Bersama tim Argentina Alfredo sempat membela tim Tango sebanyak 6 kali, bersama Kolombia Ia sempat bermain empat kali, dan bersama Spanyol Alfredo bermain sebanyak 31 kali. Namun Ia tidak pernah sekalipun bermain di putaran final Piala Dunia. Alfredo tercatat sebagai salah satu legenda sepakbola yang tidak pernah tampil di putaran final Piala Dunia

Piala Dunia
Pada penyelengaraan Piala Dunia 1950, Alfredo menolak bergabung membela timnas Argentina. Empat tahun kemudian Argentina tidak ikut berpatisipasi pada ajang Piala Dunia 1954. Pada kesempatan terakhirnya tampil di Piala Dunia bersama Argentina pada tahun 1958, Alfredo telah berganti kewarganegaraan Spanyol. Pada qualifikasi Piala Dunia 1958, Alfredo gagal membawa spanyol lolos ke babak utama. Di kesempatan berikutnya untuk ikut berpartisipasi di Piala Dunia 1962 bersama Spanyol, Alfredo berhasil meloloskan Spanyol ke babak utama. Namun sayang beberapa saat sebelum penyelenggaraan Alfredo dibekap cidera, yang membuatnya harus istirahat hingga penyelenggaraan Piala Dunia 1962 usai.


Awal Karir
Alfredo meniti karir sepakbola profesionalnya bersama River Plate di usia 17 tahun (1943). Bermain bersama River Plate Ia sempat menorehkan tinta emas dengan menjadi juara Primera Division (1945, 1947), top skor (1947), dan menempatkan River di posisi Runner-Up kejuaraan South American Club Championship (1948). Pada tahun 1949 Alfredo hijrah ke klub Kolombia, Millonarios. Selama empat tahun di Kolombia, Alfredo membawa klub Millonarios menjadi juara Colombian Championship selama empat tahun berturut-turut(1949-1953).

Prestasi di Kolombia mengundang Real Madrid untuk membeli Alfredo. Bersama Real Madrid Alfredo mencapai pencapaian puncak karir nya. Berpatner dengan Frec Puskas Ia menghantarkan Real Madrid menjadi Raja Eropa dengan menjuarai Europan Cup lima kali berturut-turut (1955/1956, 1956/1957, 1957/1958, 1958/1959, dan 1959/1960). Setelah mencetak 216 gol dari 282 penampilanya selama sebelas tahun bersama Real Madrid Alfredo pindah ke Espanyol selama dua tahun sebelum pensiun pada tahun 1966.

Alfredo bersama 5 tropi Piala Champion

Prestasi 'Alfredo Di Stefano' di Sepakbola sebagai pemain :

Timnas Argentina
  • Copa America : 1947
Club
  • Argentina Primera Division : 1945 , 1947 (River Plate)
  • Runner-Up South America Championship : 1948 (River Plate)
  • Colombian Championship : 1949, 1951,1952 (Millonarios)
  • Copa Colombia : 1953 (Millonarios)
  • Copa Bodas de Oro del Real Madrid : 1952 (Millonarios)
  • Pequena Copa del Munde de Clubs :1953 (Millonarios)
  • Spanish Primera Division : 1954,1955,1957,1958,1961,1962,1963,1964 ( Real Madrid ) 
  • Copa Del Rey : 1962 ( Real Madrid )
  • European Cup : 1955-56,1956-57,1957-58,1958-59, 1959-1960 ( Real Madrid )
  • Intercontinental Cup : 1960 ( Real Madrid )
  • Latin Cup : 1955, 1957 ( Real Madrid )
  • Pequena Copa del Munde de Clubs : 1956 ( Real Madrid )  
Prestasi Individu
  • Argentine League Top Skor  : 1947
  • Colombian League Top Skor :  1951, 1952
  • Pichichi Trophy :1954, 1956, 1957, 1958, 1959
  • Balon D'Or : 1957, 1959
  • European Cup Top Skor : 1958, 1962
  • Spanish Player (Athelete) of the year : 1957, 1958, 1960, 1964
  • FIFA 100

Prestasi 'Alfredo Di Stefano' di Sepakbola sebagai pelatih :
  • Argentine Primera Division : 1969 (Boca Juniors), 1981 (River Plate)
  • Spanish Primera Division : 1971 ( Valencia ),
  • Spanish Runner-Up Primera Division : 1972 ( VAlencia ), 1983, 1984 ( Real Madrid )
  • Runner - Up Copa Del Rey : 1971, 1972 (Valencia), 1983, 1984 (Real Madrid)
  • Runner - Up Copa De La Liga : 1983 ( Real Madrid )
  • European Winners Cup : 1980 ( Valencia )
  • Runner - Up Winners Cup : 1983 ( Real Madrid )
  • Super Copa De espana ( Real Madrid )
  • Segunda Division : 1987 ( Valencia )
 Pasca Pensiun
Setelah pensiun Di Stefano, tetap mengabdikan dirinya di dunia sepakbola. Ia menjadi pelatih beberapa tim sepakbola profesional. Tim-tim yang pernah di asuhnya antaralain :

Ferenc Puskás

Ferenc Puskás

Ferenc Puskás  terlahir dengan nama Ferenc Purczeld pada tanggal 2 April 1927 di Bundapest dan di besarkan pada sebuah daerah pinggiran kota bernama Kispest. Ia merupakan Legenda Sepakbola dari Hongaria. Di masa nya, Puskas  menjadikan Hongaria menjadi tim yang sangat disegani. Ia mencetak 84 goal dari 85 pertandingan international bersama timnas Hongaria. Sempat Ia tampil mengenakan seragam timnas spanyol sebanyak  kali namun tidak mencetak satu pun gol. Di level klub Puskas mencetak total 514 goal dai 514 pertansingan di Liga Hongaria dan Liga Spanyol. Puskas pun menjadi salah satu dari 20 pemain terbaik abad ke -20 versi majalah World Soccer.

Karir Sepakbola
Puskas mengawali karir sepakbolanya bersama klub local di Liga Hongaria, Kispest AC dimana  sang ayah, Farenc Sr yang menjadi pelatih dan pernah membela klub tersebut. Pada 1949 Kispest AC diambil alih oleh Kementrian Pertahanan Hongaria dan mengganti nama klub tersebut menjadi Bundapest Honved. Bersama Bundapest Honved Puskas mengahantarkan klub tersebut menjadi juara Liga Hongaria sebanyak 5 kali. Ia pun mencatatkan diri sebagai Top Skor selama empat musim di Liga Hongaria, bahkan pada tahun 1948 Ia menjadi pencetak gol terbanyak eropa dari seluruh Liga-liga eropa dengan 50 gol. Pada tahun 1956 Puskas membawa Bundapet Honved ikut pada tournament Eropean Cup. Pada pertandingan pertama mereka bertemu Atletico Bilbao. Pada pertandingan tandang di Bilbao Honved  kalah 3-2, ketika pertandingan kandang akan di gelar di Bundapest, Revolusi Hongaria meletus yang membuat pertandingan harus di gelar di tempat lain. Akhirnya pertandingan kedua melawan Atletic Bilbao di gelar di Heysel Stadium, Brussels, Belgia yang berakhir sama kuat 3-3. Secara agregat Honved kalah 6-5 dan harus tersingkir.

Timnas
Puskas memulai debutnya di timnas Hongaria pada 20 August 1945 dengan mengalahkan Austria 5-2. Pada 1952 Puskas membawa Hongaria menjuarai Olimpiade cabang sepakbola dengan mengalahkan Yugoslavia 2-0 di partai Final yang di gelar di Helsinki, Swedia.
Pada tahun 1953 Puskas menjadikan Hongaria menjadi tim pertama di luar Negara-negara United Kingdom yang dapat mengalahkan timnas Inggris di Stadion Wembley, London. Pada Pertandingan Persahabatab tersebut yang dikenal dengan “Matches of The Century” dimana Hongaria menang dengan skor 6-3 atas Inggris. Pada pertemuan berikutnya melawan Inggris di Bundapest, Hongaria memukul Inggris dengan skor 7-1. Skor tersebut menjadi rekor kekalahan terbesar Inggris di ajang Internasional hingga kini. Pada dua pertandingannya melawan Inggris Puskas mencetak 2 gol. Banyak pengamat sepakbola pada masa itu mengatakan, dua pertandingan tersebut merupakan awal mula dari konsep permainan ”Total Football” yang 20 tahun kemudian dipopulerkan oleh Belanda.
Pada pagelaran Piala Dunia 1954, Puskas ikut membela Hongaria dengan total mencetak 4 goal dari 3 pertandingan. Dua gol Ia cetak ketika mengalahkan Korea Selatan pada babak pertama dengan skor 9-0, kemudia satu gol Ia cetak ketika mengalahkan Jerman Barat dengan skor 8-3. Pada pertandingan berikut ketika Hongaria melawan Brazil dan Uruguay, Puskas tidak dapat tampil dikarnakan Cidera. Ketika timnas Hongaria menghadapi Brazil, pada pertandingan yang disebut "Bettle Of Berne", Puskas terlibat kontroversi dengan seorang pemain dari Brasil Peinhero.
Pada pertandingan Final yang kembali mempertemukan Hongaria dengan Jerman Barat, Puskas membawa Hongaria unggul lebih dulu ketika pertandingan baru berjalan 6 menit, di tambah satu gol lagi dari rekannya, Czibor yang membuat Hongaria leading 2-0. Namun ketangguhan tim Jerman Barat perlahan namun pasti membawa mereka menyamakan kedudukan bahakan mengungguli dengan skor 3-2. Di menit-menit akhir pertandingan, suasana pertandingan menjadi semain ketat dan seru. Pada menit ke 87 Puskas mencetak gol yang akhirnya dianulir wasit yang menilai Puskas telah leih dahulu dalam keadaan Offside. Akhirnya rekor tidak terkalahkan Hongaria di patahkan oleh Jerman Barat dan Hongaria harus menerima hanya duduk sebagai Runner-Up.   

Karir di Spanyol      
Setelah Revolusi di Negaranya, Hongaria pada 1956 Puskas menolak untuk kembali ke Bundapest dan bersama beberapa rekan-rekannya seperti Czibor dan Koscis membawa beserta keluarganya bermigrasi dan mencari klub baru di Eropa Barat. Akibatnya penolakannya kembali ke Bundapest Puskas di kenaskan larangan bemain selama dua tahun di Eropa oleh UEFA. Larangan bermain tersebut, membuat AC Milan dan Juventus yang berniat membelinya membatalkan niatnya.
Setelah masa hukumannya Puskas berusaha untuk dapat bermain di Liga Itali, namun tidak ada klub yang tertarik mengingat usianya yang sudah menginjak usia 30an. Puskas pun sempat diisukan akan membela Manchester United, untuk menambal kekuatan tim yang ketika itu sedang compang-camping setelah tragedy jatuhnya pesawat di Munchen. Namun perarturan yang di tetapkan FA (Organisasi Sepakbola Inggris) yang mengharuskan pemain asing dapat menggunakan bahasa Inggris, membuat Puskas harus membuang mimpinya.

Beberapa bulan kemudian Puskas mendapatkan klub barunya Real Madrid yang bertabur bintang dan dihuni beberapa legenda Real Madrid seperti Alfredo Di Stefano, Francisco Gento, Raymond Kopa, Hector Rial, dan Jose Santamaria. Pada saat itu Puskas telah menginjak usia 31 tahun.
The Five Angel of Real MAdrid (From Left : Raymond Kopa, Hector Rial, Alfredo di Stefano, Ferenc Puskas, Francesco Gento )
 


Di musim pertamanya bersama Real Madrid Puskas membuat empat kali Hatrick. Pada Musim 1960-61 Puskas mencetak 4 Gol ketika melawan Elche FC dan membuat 5 gol di tahun berikutnya pada tim yang sama. Ketika melawan musuh bebuyutan Real Madrid, Barcelona. Puskas membuat dua kali Hatrick pada musim 1963, satu di Bernabeu  dan satu lagi di Camp Nou. Selama 8 musim membela Real Madrid Puskas mencetak 156 goal dari 180 laga La Liga (Liga Spanyol) dengan empat kali gelar El Pichichis (1960 dengan 26 goal, 1961 dengan 27 goal, 1963 dengan 26 goal dan 1964 dengan 20 goal). Ia pun membawa Real Madrid menjadi kampiun La Liga sebanyak 5 kali (1961-1965)

Di ajang Eropean Cup Puskas bermain di 39 laga dengan total 35 gol dan menhantarkan Real Madrid 3 kali juara (1959, 1960, 1966) dan dua kali Runner-Up (1962, 1964)

Membela Timnas Spanyol 
Pada tahun 1962 Puskas pertama kali bergabung membela timnas Spanyol. Total 4 pertandingan Ia jalani bersama timnas Spanyol 3 diantaranya pada ajang FIFA World Cup 1962. Namun tidak satu gol pun Ia cetak bersama timnas Spanyol.

Pensiun
Setelah  pensiun sebagai pemain pada 1967, Puskas beralih sebagai pelatih. Puskas melatih beberapa tim di Eropa, Amerika Utara, South America, Afrika, Asia, hingga Australia. Puncak karirnya sebagai pelatih Ia torehkan ketika membawa Pananthinaikos menjadi satu-satunya klub asal Yunani yang dapat menembus hingga babak Final Eropean Cup,  dimana timnya akhirnya dikalahkan 2-0 oleh AFC Ajax yang kala itu dibela oleh Legenda Sepakbola Belanda, Johan Cruijff





Akhir hidup hingga meninggal
Pada tahun 2006 Puskas didiagnosis megidap penyakit Alzheimer, Terakhir Puskas dirawat di Bundapest Hospital pada September 2006 dan kemudian meninggal pada tanggal 17 November 2006 pada usia 79 tahun. Ia meninggalkan seorang istri yang berusia 57 tahun, Erzsebet¸ dan seorang putri,  Aniko.  Jasadnya di semanyakan di Puskas Farenc Stadium (Stadion yang diubah nama menjadi namanya untuk menghormati jasa-jasanya). Lalu dibawa ke Heroes Square untuk acara penghormatan dan dimakamkan di St Stephen’s Basilika di Bundapest pada 9 December 2006.    


Daftar Penghargaan yang di torehkan Farenc Puskas :
Club
  • Budapest Honvéd,
    Hungarian League: 1949–50, 1950, 1952, 1954, 1955
  • Real Madrid,
    La Liga: 1960–61, 1961–62, 1962–63, 1963–64, 1964–65, Copa del Generalísimo: 1962, European Cup: 1959, 1960, 1966,
    Runners-up: 1962, 1964, Intercontinental Cup: 1960

Country
  • Hungary : Olympic Champions: 1952, Central European Champions: 1953,
    World Cup Runners-up: 1954, Balkan Cup: 1947

Individual
  • Central European International Cup: Top Scorer (10 Goals): 1954
  • Hungarian Top Goalscorer: 1947–48, 1949–50, 1950, 1953
  • World Soccer Player and European Player of the Year: 1953
  • European Player of the 20th century L'Equipe
  • Hungarian Player Hungarian of the 20th century[citation needed]
  • Hungarian Top Goalscorer of the 20th century
  • Silver Ball European Footballer of the Year France Football : 1960
  • Named in FIFA 100
  • European Cup Top Scorer (12 goals)(7 goals): 1960, 1964
  • Pichichi Trophy: 1959–60, 1960–61, 1962–63, 1963–64
  • Manager
  • Panathinaikos
  • Super League Greece: 1970–71, 1971–72
  • European Cup
  • Runners-Up: 1971
  • AEK Athens
  • Super League Greece: 1978–79
  • Sol de América
  • Paraguayan Primera División: 1986
  • South Melbourne Hellas
  • National Soccer League: 1990–91
  • NSL Cup: 1989–90
  • Dockerty Cup: 1989 and 1991  

Kiper Terbaik Sepanjang Masa

Lev Yashin

Lev Ivanovich Yashin pesepakbola asal Uni Soviet yang menempati posisi sebagai seorang Kiper atau Penjaga Gawang di dalam lapangan. Posisinya sebagai seorang Kiper menjadikannya sebagai seorang Legenda dan tercatat sebagai Kiper terbaik sepanjang sejarah sepakbola hingga kini. Yashin yang dilahirkan di Moscow pada 22 Oktober 1929 memiliki tubuh yang atketis, reflek penyelamatan bola yang mengagumkan, dan ide-ide cara penyelamatan yang luar biasa yang membuat para penonon berdecak kagum. Yashin pun terpilih sebagai penjaga Gawang terbaik di abad ke 20 oleh IFFHS.

Kehidupan dan Karir Sepakbola
Yashin terlahir di keluarga pekerja industri. Ketika  usia 12 tahun Perang Dunia ke-II meletus dan memaksanya untuk bekerja di sebuah pabrik militer di Moscow untuk  menyokong dan membantu kegiatan perang Uni Soviet. Di dalam pabrik tersebut Yashin diketahui bergabung di dalam tim sepakbolanya. Dari tim sepakbola di pabrik tersebut klub Dynamo Moscow melihat bakatnya dan mengundangnya untuk bergabung di dalam tim junior. Pada tahun 1950 Yashin baru menjalani debutnya di tim senior Dynamo Moscow pada pertandingan persahabatan, namun pada debut tersebut Yashin melakukan blunder ketika gagal menhalau bola hasil sapuan/tendangan kiper lawan yang menendang bola dari daerah permainannya yang langsung meluncur mulus masuk ke gawang Yashin. Sungguh sebuah debut yang mengecewakan baginya. Pada tahun tersebut Yashin hanya tampil sebanyak 2 pertandingan di liga dan tidak membela tim senipr hingga tahun 1953. Selama masa penantiannya untuk dipasang kembali sebagai pemain utama di tim senior Dynamo Moscow, Ia sempat bergabung sebagai kiper di tim Hockey Es Dynamo. Yashin pun sempat membawa tim Hockey Es Dynamo meraih juara pada 1953. Atas prestasinya tersebut akhirnya Ia diberi kesempatan untuk bermain di skuad utama kembali menggantikan peran Alexei ‘Tiger’ Khomich yang juga seorang penjaga gawang utama timnas Uni Soviet yang selama ini menjadi rival sekaligus mentornya.

(Berikut rekaman Aksi2 Lev Yashin)

Di masa-masa setelah itu,  karir Yashin terus menanjak bersama Dynamo Moscow hingga mengakhiri karirnya di klub tersebut pada 1971.  Yashin menghantarkan 5 juara dan 6 Runner-Up Liga Uni Soviet, dan 3 kali juara dan 1 kali Runner-Up Piala Uni Soviet.

Timnas

Pada tahun 1954 Yashin untuk pertama kalinya dipanggil untuk membela timnas Uni Soviet. Bersama timnas Uni Soviet, Yashin tercatat tampil sebanyak 78 kali bagi timnas. Bersama timnas,  Yashin berperan besar mengantarkan Uni Soviet menjuarai Olimpiade musim panas 1956 dan Piala Eropa 1960. Di ajang Piala Dunia Yashin diikutsertakan pada 4 penyelenggaraannya 1958, 1962, 1966, dan 1970. Namun pada PD 1970, Yashin hanya menjadi Kiper ketiga Uni Soviet dan asisten yang memberi masukan kepada pelatih.      

Pada Piala Dunianya yang pertama tahun 1958, Yashin tampil sangat memukau hingga dihentikan Brasil yang pada saat itu menjadi juara pada babak perempat final dengan skor 2-0. Karena penampilan memukaunya Yashin masuk dalam tim All-Star Piala Dunia 1958. Pada Piala Dunia 1962, Yashin kembali hanya mampu mengantarkan Uni Soviet hingga babak perempat final setelah dikalahkan tuan rumah Chili. Meski telah unggul 4-1 terlebih dahulu atas Chili di babak pertama, namun beberapa kesalahan dan kelengahan di buat Yashin sehingga Uni Soviet kalah. Akibat buruk penampilannya tersebut majalah olahraga L’quipe memprediksikan itu adalah akhir dari karirnya. Namun setahun selepas itu Yashin mementahkan prediksi tersebut dengan memenangkan Ballon d’Or dan membawa Uni Soviet ke penampilan terbaik di Piala Dunia 1966 dengan menduduki posisi ke-4. Yashin tercatat 4 kali tanding tanpa kebobolan dari 12 kali penampilannya di Piala Dunia


Akhir Karir
Lev Yashin tercatat sebagai satu-satunya kipper yang pernah meraih gelar European Football Player of The Year (1963) hingga kini. Ia pun di percaya berhasil menggagalkan lebih dari 150 tendangan pinalti di sepanjang karirnya.

Pada 1971 di Moskow, FIFA mengadakan Testimonial Match di Lenin Stadium dengan di hadiri 100.000 penonton dan bintang-bintang seperto Pele, Franz Beckenbeaur, dan Eusebio pada pertandingan perpisahan untuk menghormati prestasinya.

Setelah pensiun dari sepakbola Yashin menghabiskan waktunya selama 20 tahun sebagai administrasi di klub Dynamo Moskow.
Lev Yashin wafat pada 1990 karena komplikasi

(Berikut rekaman Aksi2 Lev Yashin) 

Statistik Yashin

  • bermain dalam 812 pertandingan resmi
  • membuat 150 kali penyelamatan pinalti sepanjang karir sepakbolanya
  • 326 kali masuk skuad utama Dynamo Moskow 
  • 78 kali membela Uni Soviet dengan hanya 70 kali kebobolan
  • 12 kali tampil di Piala Duniadengan 4 pertandingan tanpa kebo
  • 2 kali tampil di FIFA 'Best of the World XI' (1963-vs England,1968- vs Brazil)
  • FIFA testimonial match (1971)
  • Total 480 pertandingan tanpa kebobolan

Penghargaan

Dynamo Moscow

  • Soviet Cup
    • Champions: 1953, 1967, 1970
    • Runners-up: 1955

Dynamo Moscow ice hockey team

  • Soviet Cup champions: 1953

 Soviet Union

Individual

 

Andrid Wibawa Kemungkinan Hengkang

Andrid : "Manjemen belum menghubungi kok , saya belum di hubungi , cuma satu kali aja kemarin sampai sekarang belum di hubungi lagi ... Gak jelas , ya kemungkinan saya cari lembaran baru "

Andrid : " Udah saya pikir , saya ambil yang pasti aja buat masa depan saya , terus saya juga pengen buka lembaran baru ... Mumpung udah ada tawaran baru udah pasti , kenapa tidak saya ambil ! "

* Kalau seperti ini siapa yang disalahkan

¤ News Flash ¤

-Pemain PSS Musim lalu yang bermain di posisi gelandang yang berprofesi sebagai polisi dikabarkan telah mendapat ijin untuk mengikuti seleksi bersama tim PSS Sleman namun karena ibundanya sedang sakit dan sementara harus menjaga sang bunda
-Sponsor PSS yang bergerak pada produk minuman ternyata bukan Teh Kotak.

Wiwid Bantah Bawa Gerbong Ke Solo

Kepergian Widiyantoro ke Persis Solo yang berlaga di Divisi Utama LPIS berdampak terhadap PSS Sleman. Setelah Tri Handoko ikut latihan Persis, Andrid Wibawa menyusul. Kabarnya Andrid langsung menjalin deal dengan manajemen Persis. Kabar ini memunculkan dugaan kalau Widyantoro membawa gerbong pemain ke klub barunya. Namun Wiwid membantah kabar itu. Dia memastikan hengkangnya Andrid dan Handoko murni keinginan kedua pemain tersebut.‘’Sejak awal saya sudah berkomitmen untuk tidak membawa pemain PSS ke Solo. Meskipun sejatinya banyak yang mau ikut. Kami harus menjaga hubungan PSS dan para supporter. Kalau para pemain pilih ke Persis itu keinginan mereka,” tandasnya kemarin kemarin (5/2).Manajer Operasional Rumadi menyatakan sah-sah saja jika pemain pergi. Apalagi kini seluruh pemain belum ada yang terikat kontrak. Jangankan kontrak, deal saja belum sempat tercapai. Tidak ada hak manajemen nggondeli.“Kami memang tak bisa nggondeli. Tapi jujur kecewa juga,’’ jelasnya.

Sumber Radar Jogja

Selasa, 05 Februari 2013

Para Pemain Inti Mulai Tinggalkan PSS

TRIBUNJOGJA.COM , SLEMAN - Pascakedatangan pelatih anyar Yusak Sutanto, klub berjuluk laskar Elang Jawa (Elja) nampak terus meyakinkan diri untuk membentuk skuat baru. Latihan dalam rangka proses seleksi pemain, terus dilakukan seiring proses negosiasi kepada pemain.

Sayangnya, prahara sepertinya tengah menggelayut di kubu PSS saat ini. Beberapa pemain yang sebelumnya masuk dalam rekomendasi skuat inti akhirnya angkat kaki dari PSS Sleman.

Publik Sleman sempat tersentak kala striker PERSIS Solo, Ferry Anto merapat di Stadion Maguwoharjo kandang PSS Sleman. Selain itu Tri Handoko yang sempat menjadi buah bibir banyak pihak juga tampak mengikuti proses latihan bersama Anang Hadi dkk, termasuk Eks kiper PSIM Yogyakarta Agung Prasetyo.

Tak cukup itu saja, PSS sempat kedatangan pemain belakangnya musim lalu Patrick Domal yang tak lagi merumput bersama PSIR Rembang.

Sayangnya, ekspektasi banyak pihak atas kemungkinan bergabungnya Ferry Anto, Tri Handoko, Agung Prasetyo dan Patrick ke barisan PSS Sleman tiba-tiba saja sirna. Empat pemain sarat talenta itu, ternyata menghilang dan tak lagi ikut seleksi latihan sejak hari ini, Selasa (5/2/2013).

Tri Handoko, Patrick dan Ferry dikabarkan merapat ke Solo kandang PERSIS. Sementara Agung belum diketahui kabar terbaru hingga saat ini. Sempat muncul spekulasi jika Agung merumput bersama salah satu klub asal luar jawa. Hal cukup mengejutkan ketika gelandang PSS Andrid Wibawa dikabarkan juga mengikuti seleksi PERSIS Solo pada Selasa (5/2/2013) pagi.

Bahkan santer dikabarkan jika ia telah menemui kesepakatan dengan PERSIS. Kondisi ini, praktis membuat skuat PSS minim materi pemain lawas nan berkualitas. Pihak manajemen pun menanggapinya dengan bijak. "Perpindahan pemain adalah suatu hal yang wajar, toh mereka juga berstatus pemain bebas, jadi saya rasa tidak ada masalah berarti," terang Rumadi selaku Manajer PSS Sleman,Selasa (5/2/2013).

Sebagai solusi, pihak manajemen akan terus melakukan perburuan pemain. Opsi memakai pemain luar, sepertinya akan menjadi salah satu jalan keluar bagi tim. "Kita usahakan yang terbaik, semoga akan akan Andrid baru dan Tri Handoko baru di PSS," imbuh Rumadi.

= Yusak Mulai Paham Karakter Pemain PSS =

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Pelatih Yusak Sutanto mengaku mulai bisa berdaptasi di klub yang baru saja ditanganinya, PSS Sleman. Ia, juga mengaku telah mulai memahami karakter dan kualitas para pemain yang dilatihnya.

Ditemui seusai memimpin latihan di Stadion Tridadi, Sleman, Selasa (5/2/2013), Yusak merasa cukup puas dengan materi pemain yang dilatihnya. Beberapa pemain, perlahan mulai bisa mengikuti dan menjalankan instruksi yang diberikanya.

"Hanya satu atau dua pemain yang dirasa masih terlambat mengikuti instruksi saya, tapi itu tidak jadi masalah karena saya baru saja melatih," terang Yusak.

Sayangnya, eks pelatih Persika Karawang itu masih buta dengan kondisi fisik tiaptiap pemain. Dalam waktu dekat, ia akan melakukan tes VO2 Max untuk mengetahui kualitas fisik pemain.

"Mungkin akhir minggu ini fisik pemain akan kita tes, ini juga untuk keperluan proses seleksi," imbuh Yusak.

ketika loyalitas diuji oleh ketidakpastian management

SLEMAN-Setelah kehilangan bek Fachrudin yang hengkang ke Persepam Madura United dan gelandang bertahan Agus ‘Awang’ Setiawan yang hijrah ke Persitema Temanggung, PSS Sleman kembali harus kehilangan satu pilarnya.

Adalah Andrid Wibowo, gelandang serang enerjik asal Klaten dikabarkan telah mencapai kata sepakat dengan Persis Solo versi Divisi Utama PSSI. Tak hanya itu, PSS juga terancam akan kehilangan dua pilarnya yang lain, yakni striker Tri Handoko dan gelandang serang Anang Hadi.

Pasalnya, hingga kini, Tri Handoko memang tengah menjadi prioritas bidikan dari manajemen Persis Solo. 

Hengkangnya pilar-pilar Elang Jawa disebabkan lambatnya proses negosiasi yang dilakukan manajemen. Hal itu diakui Tri Handoko. Striker yang akrab disapa Ndok itu, mengaku gusar dengan belum adanya negosiasi dari manajemen..

Ia mengakui, dari 2 kali dirinya ikut latihan bersama PSS, tak sekalipun pihak manajemen mengajaknya berdiskusi terkait negosiasi. “Jangankan dinego, diajak diskusi pun saya tidak pernah, mas,” akunya.

Terpisah, Manajer PSS Sleman Suparjiono tak memungkiri, dengan kondisi beberapa pilar yang mengancam hengkang, pihaknya tetap merasa cemas. Akibatnya, kini proses negosiasi khususnya terhadap beberapa pilar PSS musim lalu mau tidak mau semakin dikebut.”Melihat kondisinya seperti ini, memang mau tidak mau negosiasi harus kami kebut,” ucapnya.

Pemain yang sudah deal
1. Agung Andri (kiper)
2. Abda Ali (bek)
3. Ade Kristian (bek)
4. Satrio Aji (bek)
5. Eko Setiawan (gelandang)
6. Fajar Listiyantoro (gelandang)
7. Bona Simanjuntak (gelandang)
8. Muddah Yulianto (striker)
9. Basten Tri Pamungkas (striker)

Mari kita ngintip seleksi Persis LPIS:D liat siapa yang ikut jejaknya pak wid

Karanganyar – Sebanyak 86 pemain sepakbola dari wilayah Kota Solo dan sekitarnya meramaikan proses seleksi perdana Persis Solo versi PT Liga Prima Indonesia Sportindo (LPIS) di Lapangan AURI Colomadu, Karanganyar, Selasa (5/2) pagi.

Beberapa pemain dari luar daerah Solo juga ikut seleksi yang dipimpin langsung pelatih kepala Widiantoro.Widiantoro didampingi tim pelatih, antara lain asisten pelatih Sri Widadi dan I Komang Putera (pelatih kiper) , serta pelatih fisik Bambang Wijanarko menyeleksi puluhan pemain yang sudah bergabung.

Beberapa pemain yang hingga kini belum memiliki klub pun langsung menyerbu proses seleksi Persis LPIS. Punggawa'' Persis LPIS musim lalu kembali bergabung seperti FERRYANTO , Haryadi, Sofyan Morhan, Johan Setiawan dan Joko Sugiarto.

Tak hanya itu, pemain Persis versi PT Liga Indonesia (LI) juga tampak mengikuti seleksi di bawah asuhan Widiantoro. Mereka adalah Saparno dan Modestus Setiawan. Bahkan dua pemain pilar PSS SLEMAN yang dilatih Widiantoro musim lalu, yakni ANDRID WIBOWO dan TRI HANDOKO pun mengikuti jejak sang pelatih dengan ikut seleksi di Persis LPIS.

“Pagi ini ada total 86 pemain yang ikut seleksi. Sudah saya jaring jadi 34. Semua belum jaminan bisa langsung masuk, namun tetap kami pantau terus. Sudah ada sedikit gambaran siapa saja nanti,” beber Widiantoro.

Eks allenatore PSS Sleman ini menilai adanya beberapa pemain senior yang ikut seleksi cukup membantu dalaM menyusun kerangka Persis LPIS untuk musim nanti. “Pemain-pemain seperti FERRYANTO, Haryadi,TRIHANDOKO, ANDRID , sebagai pemain senior dan punya pengalaman cukup membantu menyusun kerangka. Mungkin Sabtu mendatang sudah final pemain siapa saja yang lolos,” lanjut Widiantoro.

Serba Serbi Status Social Network Pemain Hari Ini


Andrid : Siap-siap untuk mengapai cita" bismilah semoga lancar amin ( via andret sotoy on facebook )

Tri Handoko : ''Jangan Salahkan pemain jika nantinya pergi''. ( via handoko coco ono facebook )

Anang Hadi : '' Saya Masih Di PSS , dan Tetap Di PSS '' ( via @AnangHadi8 on Twitter )

Mantan Pelatih PSS Sleman Widyantoro Resmi Latih Solo


TRIBUNJOGJA.COM, SOLO - Mantan pelatih Tim PSS Sleman, Widyantoro, resmi bergabung dan melatih Persis Solo yang akan bermain di kompetisi Divisi Utama Liga Prima Indonesia Sportindo pada 2013.

"Pihak manajemen sudah bertemu dengan Widyantoro atas kesanggupannya untuk menjadi pelatih Persis pada satu musim kompetisi tahun ini," kata Manajer Persis Solo, Joni Sofyan Erwandi, Kamis (31/1/2013).

Menurut Joni, dipilihnya Widyantoro sebagai pelatih Persis melalui pertimbangan saat mengarsiteki Tim PSS Sleman pada musim kompetisi sebelumnya.

"Kami tertarik dengan Widyantoro. Ia dikenal pelatih andal yang memiliki gaya permainan terbuka dan menyerang," katanya.

Widyantoro pun akan memimpin jalannya seleksi para pemain yang bergabung dengan Persis untuk persiapan kompetisi Divisi Utama LPIS.

"Kegiatan seleksi pemain Persi, direncanakan mulai Februari 2013," katanya.

Untuk mengisi pos asisten pelatih untuk mendampingi Widyantoro, manajemen Persis lebih memilih mantan pemain Timnas, Agung Setyabudi.

"Kami berharap, Agung Setyabudi bisa bergabung dengan Persis. Agung juga memiliki gaya permainan menyerang yang dibutuhkan Persis untuk mendampingi pelatih kepala," kata Joni.

#Widyantoro Hengkang karena Manajemen Elja Pasif#

SLEMAN - Keputusan Pelatih Widyantoro hengkang ke Laskar Sambernyawa, sudah dipertimbangkan setelah tidak ada kabar kepastian dari Elang Jawa.

Widyantoro mengaku setelah melakukan pemaparan visi misi di depan PT Putera Sleman Sembada (PSS), namun manajemen PSS tidak pernah menghubunginya lagi.

"Terakhir kontak dengan PSS ya waktu pemaparan visi dan misi, setelah itu sama sekali tidak,"

Paska dilengserkannya Pelatih Hanafi, ia mengaku juga tidak dihubungi oleh manajemen Elja. Namanya, sempat disebut-sebut menjadi kandidat pengganti Hanafi.

Widyantoro memperkirakan tidak dihubungi lagi oleh manajemen PSS karena mereka sudah mempunyai rencana yang lebih baik untuk tim.

"Saya berharap, siapapun yang nanti terpilih menjadi pelatih akan membawa PSS Sleman menjadi lebih baik lagi," tutur Widyantoro.

Pemain muda hasil pembinaan sepak bola Sleman, ia harapkan juga mendapat tempat dalam tim kebanggaan warga kota sleman.

Ferryanto , Tri Handoko , Agung Pras , OUT?

SLEMAN-PSS Sleman mendapat tamparan sangat keras jelang keikutsertaan mereka di Divisi Utama Liga Prima Indonesia Sportindo (LPIS) 2013. Tiga pemain yang sangat ingin mereka ikat,Tri Handoko, Fery Anto dan penjaga gawang Agung Prasetya tidak terlihat dalam sesi latihan PSS di Stadion Maguwoharjo kemarin (4/2).
Kemungkinan besar mereka mencari peruntungan di klub lain.Direktur Teknis PSS Bambang Nurjoko menyatakan tiga pemain ini tidak meminta izin kepada manajemen. Fakta ini menguatkan dugaan kalau tiga pemain tersebut memang hanya ikut latihan di PSS, bukan berniat membela Super Elja pada musim 2013 ini.

Namun Bambang enggan bersepkulasi terkait motivasi tiga penggawa ini ikut latihan di PSS. Pasalnya, di manapun Fery, Handoko dan Agung Pras berlabuh itu sepenuhnya hak si pemain. Terlebih lagi tiga pemain tersebut sama sekali belum menjalin kesepakatan harga dengan manajemen. ’’Kalau mereka memilih pergi sepenuhnya hak mereka.Deal saja belum, apalagi kontrak. Kami jelas tidak memiliki hak menahannya,’’ tandasnya.

Menurut informasi Radar Jogja yang ada di Solo, ada sekitar 2-4 pemain seleksi PSS yang bakal hijrah ke seleksi Pesis Solo versi LPIS. Nah, sangat mungkin tiga orang ini akhirnya menyeberang ke Persis. Apalagi Tri Handoko dan Fery Anto memiliki ikatan emosional dengan Persis. Fery merupakan juru gedor Persis LPIS musim lalu. Sedangkan Handoko ditengarai mengikuti jejak mantan pelatih PSS yang saat ini menjadi gaffer Laskar Sambernyawa Widyantoro.

Namun untuk barisan penyerang manajemen PSS tidak perlu khawatir.Pasalnya mereka kedatangan striker asing yang cukup berpengalaman bermain di kompetisi tanah air. Dia adalah mantan penyerang Tangerang Wolves dan Persipura Jayapura Luis Binho Felton. Bersama mantan pemain belakang Persibo Bojonegoro Leke Anderson, dua pemain ini sudah tampak dalam latihan kemarin.

Manajer Tim Supardjiono menyambut gembira bergabungnya dua pemain ini.Leke diharapkan bisa menyempurnakan lini belakang PSS yang sudah pasti diperkuat AbdaAli dan Ade Christian.

Untuk Luis, pemain berusia 29 tahun ini berpotensi menjadi mesin gol pengganti Charles Orock.’’Dalam waktu dekat ada pemain berkualitas lagi yang datang,” ungkapnya.

Kabar lainnya, gelandang Bona Simanjuntak dipastikan menjadi keluarga PSS di musim 2013 ini. Kualitas Bona memang tidak perlu diragukan. Dia bisa tampil menawan di tim-tim yang dibelanya. Termasuk Persijap Jepara musim lalu.

Pelatih baru PSS Yusak Sutanto belum bisa mengomentari. Dia beralasan masih cukup buta kualitas para pemain. Baru satu hari mendampingi para pemain PSS dirasa belum cukup mengetahui kualitas para calon penggawa.

Senin, 04 Februari 2013

Welcome Luiz Feitosa!

MR JOSE LUIZ VIEIRA FEITOSA
4 February 2013
Depart: Soekarno-Hatta International Airport Cengkareng-Jakarta 10:30 AM
Arrive: Adisutjipto International Airport Jogja 11:35 AM

Welcome Luiz Feitosa!